Asal-Usul Permulaan Azan
Maqalah Santri: Allah swt. telah mewajibkan atas kaum Muslimin ibadah salat supaya mereka selalu dalam keadaan ingat akan kebebasan Yang maha tinggi. Dengan demikian mereka akan menaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Allah swt. telah berfirman;
Allah SWT berfirman:
اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.(Q.S. Al ankabut; 45).
Kemudian Allah menjadikan salat yang paling utama adalah salat dilakukan secara berjamaah untuk mengingatkan kaum Muslimin terhadap satu sama lain dalam urusan dan keperluan mereka dan guna mempererat ikatan kerukunan dan persatuan di antara mereka.
Bila waktu salat telah tiba, sangat diperlukan adanya perbuatan yang menyadarkan orang yang lalai dan mengingatkan orang yang lupa sehingga berjamaah akan bersifat sangat umum. Rasulallah saw. bermusyawarah dengan para sahabat untuk memilih pekerjaan yang lebih utama guna mewujudkan tujuan tersebut.
Sebagian dari para sahabat ada yang mengatakan bahwa sebaiknya mereka memancangkan bendera bilamana waktu telah tiba. Mereka menolak usul tersebut mengingat pekerjaan itu, tidak mengingatkan orang yang sedang tidur atau orang yang lalai. Sebagian sahabat yang lain mengusulkan agar menyalakan api di tempat tertinggi. Usul ini pun mereka. Sebagian lainnya lagi usulkan agar dibunyikan terompet. Hal ini sama dengan apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai panggilan untuk melakukan misa mereka. Rasulullah saw, tidak menyukai cara tersebut, dia sebab dia sangat tidak suka meniru perbuatan orang-orang Yahudi dalam hal apa pun.
Kemudian ada sahabat yang mengemukakan agar memakai lonceng, yaitu hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Hal ini pun dibenci oleh Rasulullah saw. Kemudian di antara para sahabat ada yang mengusulkan agar bilamana waktu salat tiba, ada seseorang yang berseru untuk itu. Akhirnya usul inilah yang diterima oleh Rasulullah saw. Di antara para sahabat yang diberi tugas untuk mengumandangkan seruan itu ialah 'Abdullah ibnu Zaid al-Anshari.
Tatkala ia sedang dalam keadaan setengah tidur dan setengah jaga, tiba-tiba tampaklah seseorang berdiri di hadapannya, lalu orang tersebut berkata, "Maukah engkau aku ajari kalimat kalimat yang akan engkau serukan sebagai panggilan salat? Sahabat 'Abdullah ibnu Zaid menjawab, "Tentu saja mau." Orang lalu berkata, "Katakanlah Allahu Akbar Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar) sebanyak dua kali. Dan selanjutnya engkau membaca syahadat sebanyak dua kali; kemudian katakanlah, Hayya 'alash shalah (marilahlah shalat) sebanyak dua kali; dan katakanlah pula, 'Hayya 'alal falah' (Marilah menuju kepada kebahagiaan) sebanyak dua kali. Kemudian bertakbirlah kepada Allah sebanyak dua kali, dan terakhir katakanlah, 'Laa ilaha illallah' (Tiada Tuhan selain Allah).
Sebagian dari para sahabat ada yang mengatakan bahwa sebaiknya mereka memancangkan bendera bilamana waktu telah tiba. Mereka menolak usul tersebut mengingat pekerjaan itu, tidak mengingatkan orang yang sedang tidur atau orang yang lalai. Sebagian sahabat yang lain mengusulkan agar menyalakan api di tempat tertinggi. Usul ini pun mereka. Sebagian lainnya lagi usulkan agar dibunyikan terompet. Hal ini sama dengan apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebagai panggilan untuk melakukan misa mereka. Rasulullah saw, tidak menyukai cara tersebut, dia sebab dia sangat tidak suka meniru perbuatan orang-orang Yahudi dalam hal apa pun.
Kemudian ada sahabat yang mengemukakan agar memakai lonceng, yaitu hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Hal ini pun dibenci oleh Rasulullah saw. Kemudian di antara para sahabat ada yang mengusulkan agar bilamana waktu salat tiba, ada seseorang yang berseru untuk itu. Akhirnya usul inilah yang diterima oleh Rasulullah saw. Di antara para sahabat yang diberi tugas untuk mengumandangkan seruan itu ialah 'Abdullah ibnu Zaid al-Anshari.
Tatkala ia sedang dalam keadaan setengah tidur dan setengah jaga, tiba-tiba tampaklah seseorang berdiri di hadapannya, lalu orang tersebut berkata, "Maukah engkau aku ajari kalimat kalimat yang akan engkau serukan sebagai panggilan salat? Sahabat 'Abdullah ibnu Zaid menjawab, "Tentu saja mau." Orang lalu berkata, "Katakanlah Allahu Akbar Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar) sebanyak dua kali. Dan selanjutnya engkau membaca syahadat sebanyak dua kali; kemudian katakanlah, Hayya 'alash shalah (marilahlah shalat) sebanyak dua kali; dan katakanlah pula, 'Hayya 'alal falah' (Marilah menuju kepada kebahagiaan) sebanyak dua kali. Kemudian bertakbirlah kepada Allah sebanyak dua kali, dan terakhir katakanlah, 'Laa ilaha illallah' (Tiada Tuhan selain Allah).
Ketika Sahabat 'Abdullah ibnu Zaid terjaga, segera ia menghadap Nabi saw, lalu menceritakan apa yang telah di lihatnya dalam mimpinya itu. Spontan Rasulullah saw. menjawab, "Sungguh, hal itu merupakan impian yang hak (benar)." Setelah itu Rasulullah bersabda, ajarkanlah kalimat-kalimat tersebut kepada Bilal. karena ia lebih keras suaranya dari pada engkau. Ketika Sahabat Bilal sedang menyerukan panggilan tersebut, tiba-tiba datanglah sahabat 'Umar seraya menyingsingkan kainnya, lalu berkata, "Demi Allah, hai Rasulullah, sungguh aku telah memimpikan hal yang serupa." Bila melakukan azan untuk salat subuh, sesudah kalimat "Hayya 'alal falah' Bilal menambahkan kalimat "Ash-shalaatuk khairum minan nauum" (Salat itu lebih baik daripada tidur).
Kemudian Rasulullah saw. mengakui kebenaran hal tersebut. Rasulullah saw. selalu memerintahkan Sahabat Bilal pada setiap fajar Ramadhan agar menyerukan azan dua kali: yang pertama untuk membangunkan orang-orang guna melakukan sahur, yang kedua untuk melakukan salat subuh. Adapun azan salat Jumat pada permulaanya di diserukan bilamana khatib duduk di mimbar. Hal ini berlaku sejak zaman Rasulullah saw. hingga zaman Khalifah Abu Bakar dan Khalifah 'Umar. Akan tetapi pada masa pemerintahan Khalifah Usman dan ketika orang orang Islam semakin bertambah banyak, ia menambahkan seruan lainnya dilakukan di atas az zaura. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Tatkala Hisyam ibnu 'Abdul-Malik memegang tampuk pemerintahan, seruan yang ditambahkan oleh Khalifah 'Utsman yang dilakukan di azzaura dijadikannya di atas menara. Selanjutnya, azan yang tadinya di serukan di atas menara, yaitu azan yang diserukan sewaktu imam menaiki mimbar sebagaimana pada zaman Rasulullah saw, kini dilakukan di hadapan imam. Dengan demikian berarti azan di dalam masjid yang dilakukan di hadapan khatib merupakan bid'ah yang dibuat oleh Hisyam ibnu Malik. Seruan ini tidak ada artinya karena maksudnya untuk panggilan melakukan salat, sedangkan orang-orang yang berada di dalam masjid tidak memerlukan seruan ini karena mereka telah berada di tempat yang diminta. Orang- orang yang berada di luar masjid tidak dapat mendengar karena seruan itu dilakukan di dalam masjid. Demikianiah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad ibnul Hajj dalam kitab Al-Madkhai.
Al-Hafizh ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari mengatakan bahwa hal hal yang dilakukan oleh orang-orang sebelum salat Jumat, yaitu seruan untuk salat Jumat berupa zikir dan membaca shalawat kepada Nabi saw. hanya terdapat di beberapa negeri saja, tidak semua negeri Islam. Dalam hal ini lebih baik ittiba' kepada ulama Salaf. Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul-Bari.
Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa sunah Rasulullah saw. dalam masalah azan salat Jumat ialah bahwa bila imam telah duduk di mimbar, muazin menyerukan azan di atas menara. Apabila khotbah telah selesai, barulah iqamah untuk salat diserukan. Selain itu semuanya merupakan bid'ah belaka.
Iqamah ialah seruan untuk mendirikan salat di dalam masjid. Sehubungan dengan masalah ini riwayat-riwayat hadis mengenai nasnya berbeda beda. Menurut Imam Muhammad ibnu Idris asy Syafii, igamah diucapkan satu kali, kecuali kalimat "gad gamatish-shalah" (shalat telah di dirikan). Kalimat ini diucapkan secara genap (dua kali). Menurut Imam Malik ibnu Anas, kalimatnya hanya diucapkan ganjil (satu kali-satu kali). Akan tetapi, menurut Imam Abu Hanifah semua kalimatnya dibaca dua kali.
Sumber Kitab Nurul Yaqin
Sumber Kitab Nurul Yaqin
loading...
0 Response to "Asal-Usul Permulaan Azan"
Posting Komentar